Sumber Gambar: http://isnannisa.blogspot.com/2011/03/another-glimpse.html |
Tarso Towi dan Paniyem, dua nama yang sudah banyak dikenal
penduduk asli Desa Kismoyoso. Mereka adalah sepasang suami isteri yang telah
menghabiskan waktu bersama, merangkai cerita bersama untuk anak cucu bahkan
cicit meraka, serta telah menjalani suka dan duka kehidupan semenjak Paniyem
berusia 15 tahun. Jaman dahulu banyak orang yang menikah di usia belasan dan
itu bukan merupakan hal yang tabu. Kisah ini di mulai jauh-jauh hari ketika
penjajahan masih mendunia dan rakyat Indonesia selama 3,5 abad serta 3,5 tahun
harus hidup dalam kesengsaraan.
Paniyem, seorang gadis yang hidup pada masa penjajahan dan
sekarang berusia 81 tahun merupakan sosok gadis yang memiliki kisah hidup yang
sangat menginspirasi bagi anak, cucu, dan cicitnya. Karena tuntutan hidup zaman
dulu, ketika beliau berusia 7 tahun sudah harus mampu menghidupi dirinya
sendiri.
“Umurku waktu itu 7 tahun dan aku sudah harus membantu para
petani memanen padi dan memikul padi hingga jarak beberapa kilometer jauhnya.”
ucapnya sambil mengunyah daun sirih yang membuat merah gigi serta bibirnya.
Sebenarnya Paniyem tidak perlu
mempersulit hidupnya dengan membantu para petani karena beliau berasal dari
keluarga yang terhitung mampu. Namun beliau sudah berfikir bahwa jika beliau
tidak memulai bekerja dari kecil lantas kapan beliau akan bisa belajar memahami
hidup?
Menginjak
usia 15 tahun beliau menikah dengan Tarso Towi. Dari pernikahan itu tidak
banyak membuat perubahan pada kehidupan Paniyem, beliau tetap bekerja. Karena
Tarso Towi sang suami adalah seorang petani, maka Paniyem membantu suaminya di
sawah, menanam dan memanen padi menjadi kesehariannya.
“Aku
adalah orang yang tidak bisa diam, jadi walaupun suamiku melarangku untuk
bekerja, aku selalu ngeyel buat kerja.” Kata beliau.
Selama 40 tahun Tarso Towi dan Paniyem berkeluarga dan telah
mendapat 5 anak, dan cucu sebanyak 10 orang. Sekarang Paniyem berusia 81 tahun
dan beliau masih saja disibukan dengan pekerjaannya sebagai pedagang. Ya,
karena sudah tidak sanggup pergi ke sawah maka beliau memutuskan untuk
berdagang di pasar. Setiap hari wanita berusia 81 tahun ini menempuh jarak 2
Kilometer sambil menggendong barang jualan di bahunya. Dengan bermodalkan
sehelai jarik dan wadah dagangannya beliau setiap jam 5 pagi berangkat ke
pasar. Sedangkan suaminya masih sibuk ke sawah, padahal usia beliau sudah 85
tahun.
Semangat juang Paniyem dan Tarso Towi mungkin sudah jarang
terlihat di anak muda sekarang. Sekarang banyak anak muda yang bersantai-santai
menghadi kehidupan, bahkan ada anak muda yang hidup tanpa mimpi. Seandainya
mereka merasakan kehidupan jaman dulu, tentunya mereka akan lebih menghargai
hidup dan kehidupan mereka. Semoga cerita singkat ini menjadikan pemuda
bangkit, karena banyak pemuda yang kalah saing dengan para orang tua.
Seharusnya sebagai generasi penerus bangsa para pemuda memiliki semangat juang
yang lebih sehingga dapat memajukan bangsa dan membanggakan generasi tua.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar